Akhir tahun 2019-an sampai dengan tahun 2020 merupakan bencana bagi pariwisata. Analogi bencana bukanlah hiperbola karena 100% kegiatan pariwisata seperti perjalanan, akomodasi dan destinasi wisata berhenti total. Menurut UNWTO (United Nations World Tourism Organisation), organisasi PBB yang bergerak di bidang pariwisata, mengatakan bahwa penurunan kunjungan wisatawan drop sampai 1,1 Milyar, lebih dari 100 juta pekerjaan yang terkait pariwisata terkena dampaknya dan ada kerugian lebih dari USD 910 juta dari kegiatan ekspor akibat pandemi Corona. Ibarat pertandingan tinju, Virus Covid 19 sudah membuat pariwisata mengalami TKO (alias tidak dapat melanjutkan pertandingan lagi karena sudah jatuh berkali-kali).
Covid-19 juga telah merubah semua perilaku kehidupan manusia dari yang sebelumnya kolektif atau berkumpul menjadi manusia menyendiri atau soliter. Selama masa pandemi di tahun 2020, banyak konsep yang berkembang (saya menghindari kata ‘teori’ karena belum terbukti) seperti konsep konspirasi, konsep hiperealita (mengatakan bahwa kondisi sekarang ini adalah kondisi nyata dengan pendekatan ekonomi, dengan contoh sederhananya antara lain manusia rela membayar secangkir kopi seharga 50 ribu demi sebuah merk hanya untuk harga dasar kopi 7 ribu atau dengan kata lain manusia mau membayar untuk hal-hal yang tidak real seperti rasa gengsi dan status sosial), konsep penyembuhan/kuratif, konsep perdamaian (munculnya jargon mirip-mirip ‘Sunda Empire’ dan ‘tante pemersatu bangsa’) dan lainnya. Pada intinya, pandemi Corona muncul sebagai pemenang dimana semua pihak mengakui karena memang pengobatannya belum ditemukan.
Namun demikian, manusia sudah terbiasa dalam kegiatan pariwisata (melakukan perjalanan selama ribuan tahun dan tidak dapat dihentikan mendadak). Transportasi manusia dan barang harus dapat dilakukan karena negara-negara saling membutuhkan dan terikat seperti jaringan yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, sementara para ilmuwan berjuang mencari vaksin untuk melawan Covid-19, pariwisata (rekreasi) juga melakukan perlawanan atas situasi yang ada.
Perlawanan pariwisata salah satunya adalah program virtual tour atau melakukan rekreasi ke destinasi wisata secara online yang dipandu oleh seorang storyteller (guide). Kegiatan ini seperti menyaksikan film dokumenter dan sangat tergantung pada cara penyampaian cerita dan intonasi sang guide supaya program virtual tour diikuti banyak pemirsa (bukan peserta karena mereka hanya mengikuti dari kamera). Virtual tour adalah salah satu disrupsi/perubahan yang bisa terjadi pada kegiatan pariwisata yang nyata, apalagi munculnya teknologi AR (augmented reality) yang memunculkan obyek hologram yang menyatu dengan dunia nyata dapat mendukung manusia mendapatkan kepuasan tertentu tanpa perlu pergi ke sebuah destinasi wisata. Namun demikian, bukannya menghentikan manusia melakukan perjalanan, namun program ini semakin mendorong manusia untuk dapat memuaskan keinginannya melakukan perjalanan ke destinasi wisata secara nyata karena perjalanannya sendiri merupakan sebuah tujuan rekreasi (Compton, 2011). Dapat dianalogikan bahwa pariwisata melalui program virtual tour memberikan satu pukulan jab ke masa pandemi Corona karena membangkitkan keinginan untuk melakukan perjalanan.
Pariwisata tidak berhenti menyerang dan kembali meluncurkan beberapa jab dengan adanya protokol kesehatan dan panduan global dari UNWTO untuk menghadirkan pariwisata yang aman, yang fokusnya pada manajemen perbatasan, standar kesehatan, perjalanan udara, keramahan, biro perjalanan wisata, even atau meetings, taman hiburan dan perencanaan destinasi. Indonesia bahkan sudah membuka Bali sebagai ujung tombak pariwisatanya dengan menerapkan protokol kebersihan, kesehatan dan keamanan yang didukung oleh ASITA (Association of Indonesia Tours and Travel Agencies) (Nusa Bali, 2020).
Dengan demikian, saya sebagai seorang komentator dapat memprediksi bahwa pariwisata akan menjadi pemenang pertandingan dengan Virus Covid-19 karena pariwisata masih menyimpan beberapa pukulan antara lain, (i) pariwisata adalah fenomena ekonomi dan sosial dimana masyarakat global sangat tergantung pada kegiatan pariwisata, (ii) manusia adalah mahluk sosial seperti yang umumnya dipercaya dari ajaran beberapa agama tentang cerita Adam dan Hawa sehingga manusia cenderung untuk berkelompok dan tidak menjadi soliter. (iii) Pariwisata akan bangkit dan menempati posisinya saat vaksin Virus Covid-19 ditemukan, sehingga pada masa ini justru stakeholder pariwisata harus mempersiapkan boomingnya pergerakan dan kegiatan wisatawan di masa yang akan datang.
Salam Pariwisata!..