Topik ini ingin saya angkat kembali meskipun kegiatan pariwisata sedang dihindari dalam pandemi corona karena cepat atau lambat manusia akan bergerak dan melakukan perjalanan. Kegiatan pariwisata tidak dapat dihindari karena perkembangan teknologi bukan membuat individu diam namun justru mendorong rasa keingintahuan untuk dapat merasakan sensasi indera.
Pariwisata adalah salah satu kegiatan yang siap menghadapi perubahan, mulai dari perubahan yang bernilai positif atau negatif. Perubahan yang bersifat positif lebih mudah mendatangkan wisatawan, misalnya: berdirinya tempat-tempat wisata baru yang secara literaly mendatangkan wisatawan, atau keberhasilan sebuah daerah dalam menyelenggarakan sebuah kegiatan atau even. Adapun perubahan yang bersifat negatif juga dapat mendatangkan wisatawan, sebagai contoh: adanya peristiwa kelam baik dalam hal perjuangan pahlawan atau peristiwa terorisme yang diwujudkan dalam bentuk sebuah monumen juga akan mendatangkan wisatawan. Kedatangan pengunjung (baca: wisatawan) dengan tujuannya masing-masing karena perubahan situasi menjadi peluang bagi masyarakat untuk menyediakan akomodasi.
Terjadinya perubahan juga didukung dengan perkembangan teknologi yang mendorong terciptanya model sharing economy (memanfaatkan aset supaya dapat memberikan manfaat) dimana bisnis dapat diciptakan tanpa harus memiliki modal besar (owning economy) (Khasali, 2016). Salah satu contoh untuk melakukan sharing economy dapat dilakukan oleh masyarakat penyedia jasa penginapan homestay.
Homestay adalah kata yang sering didengar dan diartikan sebagai tempat menginap, namun tidak ada definisi baku untuk menjelaskan konsep homestay sehingga dengan demikian tergantung dari latar belakang masing-masing negara. Sebagai contoh, pada awalnya homestay di Australia dikenal sebagai tempat tinggal di pertanian dimana orang yang menginap membayar dengan barter tenaga untuk membantu pemiliki rumah mengurus ternak atau perkebunannya. Sementara itu, Negara Inggris dan Amerika menggunakan kata homestay sebagai tempat untuk belajar bahasa dengan keluarga setempat. Dengan demikian, homestay dapat diartikan dengan dua sudut pandang yaitu (i) homestay sebagai program yang berarti sebuah alternatif pariwisata dimana wisatawan hidup bersama keluarga lokal dalam sebuah rumah tinggal dan terlibat dalam aktivitas harian keluarga serta masyarakat lokal. Sedangkan sudut pandang selanjutnya yaitu (ii) homestay sebagai sebuah konsep sederhana dari penginapan yang disewakan oleh masyarakat karena tidak dipergunakan dalam jangka waktu tertentu sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi pemilik rumah sesuai dengan prinsip sharing economy yang diharapkan lokasinya berada dalam sebuah kawasan tertentu (baca: wisata).
Konsep pertama yaitu Homestay sebagai sebuah program wisata alternatif (penginapan dengan melibatkan wisatawan dalam rutinitas keluarga setempat) di Kalimantan Tengah masih memiliki potensi besar untuk dapat ditawarkan kepada wisatawan. Apalagi rata-rata kehidupan masyarakat setempat sangat dekat dengan alam yang tidak dimiliki oleh masyarakat di daerah lain. Sebagai contoh, pada umumnya hunian di Bumi Tambun Bungai (sebutan lain untuk Provinsi Kalimantan Tengah sebagai tempat dwitunggal pahlawan Tambun dan Bungai dalam sejarah Suku Dayak) masih memiliki pekarangan luas, yang berbeda situasinya dengan hunian masyarakat yang tinggal di kota besar dimana harga tanah sudah sangat tinggi sehingga rumah tinggal jarang memiliki pekarangan. Apalagi untuk tempat tinggal yang letaknya di luar perkotaan yang dekat dengan keunikan geografi seperti sungai, gambut dan kawasan hutan tentu memberikan nilai tambah bagi program homestay. Selain melibatkan wisatawan dengan keseharian keluarga, faktor lain yang penting dalam melakukan program homestay adalah kebersihan (lingkungan, rumah tinggal, kamar, dapur, ruang tamu), keamanan, kesehatan dan tersedianya jaringan komunikasi.
Sementara itu, konsep Homestay sebagai sebuah penginapan yaitu rumah tinggal masyarakat di desa wisata yang disiapkan untuk wisatawan dimana wisatawan tinggal bersama pemilik rumah. Dengan demikian, homestay menjadi bagian dari daya tarik pariwisata di desa wisata, sebagai sarana interaksi antara wisatawan dengan tuan rumah, sebagai sarana edukasi bagi wisatawan untuk belajar tentang kearifan lokal dan sebagai sarana pengenalan budaya lokal.
Potensi homestay untuk dikembangkan menjadi bagian daya tarik pariwisata baik sebagai konsep ‘program’ maupun konsep ‘penginapan’ pada akhirnya menjadi sebuah peluang bagi masyarakat dan dapat menunjang keterbatasan akomodasi yang ada terutama pada saat diselenggarakannya event besar di Bumi Tambun Bungai. Namun, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor pelayanan sebagai unsur penting dalam pengembangan homestay perlu mendapat perhatian lebih mengingat struktur demografi masyarakat Kalimantan Tengah yang relatif homogen (Bappenas, 2019). Meskipun demikian, masayarakat di Bumi Tambun Bungai sudah memiliki kearifan lokal budaya huma betang (toleransi) dan sudah dapat menjadi modal untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pengembangan pariwisata.
Salam Pariwisata Indonesia!..
Potensi Homestay di Bumi Tambun Bungai_Kalteng Pos
Narasumber Pelatihan Manajemen Homestay