Pandemi dan Teknologi Dalam Pariwisata

Tahun 2020 akan selalu direkam sebagai tahun terjadinya wabah virus corona atau yang dinamakan COVID-19. Berawal dari China, Provinsi Wuhan hingga tersebar diseluruh dunia dengan prosentase kasus positif COVID-19 terbanyak hingga akhir tahun 2020 dibulan November dimana berdasarkan catatan WHO, Amerika Serikat menempati urutan pertama dengan jumlah 9.868.389 kasus, diikuti India dengan jumlah 8.636.011 kasus terbanyak kedua, dan Indonesia menempati urutan ke 21 dengan jumlah  444.348 kasus, serta mencatatkan 50.810.763 kasus positif diseluruh dunia.

Wabah atau juga disebut pandemi tersebut secara langsung mempengaruhi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sejumlah negara baik negara maju maupun negara berkembang, bahkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat sudah mengalami resesi dampak dari Pandemi COVID-19 di kuartal II tahun 2020 dengan catatan -32,9%. Penurunan perekonomian tersebut secara berantai memberikan dampak pada kehidupan sosial dimana banyak pekerja yang dirumahkan, termasuk pelaku usaha industri pariwisata yang mengalami dampak cukup besar karena pembatasan perjalanan di seluruh dunia.

Selama masa pandemi mulai dari Maret-November 2020 tidak sedikit negara yang melakukan strategi karantina atau lockdown untuk mengatasi penyebaran virus yang menyebabkan tingkat perjalanan wisatawan global mengalami penurunan. UNWTO mencatat kedatangan internasional menurun 70% atau 700 juta lebih kedatangan wisatawan global dan merugi sebesar US $730 milliar dari pariwisata internasional. Namun demikian, diperkirakan pariwisata internasional akan pulih kembali pada saat quartal 3 tahun 2021 dan United Nation-World Tourism Organization (UNWTO) mengeluarkan panduan teknis untuk pemulihan pariwisata dengan fokus melakukan pemulihan ekonomi, melakukan pemasaran dan promosi, dan penguatan kelembagaan dan pembangunan ketahanan.

Dengan panduan teknis dari UNWTO, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menyusun 7 strategi kedepan untuk pemulihan sektor pariwisata yang terdampak COVID-19 yaitu: Memberikan dukungan terhadap industri dan pelaku perekonomian kreatif, Dukungan anggaran, Subsidi pendidikan pariwisata, Penguatan SOP Mitigasi Pariwisata, Prioritas pada pembenahan Destinasi, Meningkatkan peran pokdarwis di desa wisata sebagai tim gugus desa yang dibina oleh Kemenparekraf, Penguatan Regulasi masuknya Wisatawan Mancanegara.

Perlu disadari bahwa pandemi ini secara tidak langsung turut mempercepat datangnya disrupsi di sektor pariwisata yang diperlihatkan dengan kedekatan antara wisatawan dan destinasi antara lain pemesanan paket-paket wisata tidak lagi memerlukan intermediary atau perantara, bahkan perjalanan wisata juga dilakukan secara online dengan memanfaatkan kecanggihan tekhnologi seperti virtual tour dan augmented reality. Oleh karena itu, semua pelaku usaha perjalanan pariwisata diharapkan siap mengikuti trend masa depan yang hadir saat ini dan sanggup melakukan inovasi dalam kegiatan pariwisata.

Disrupsi mampu merubah industri yang konvensional ke industri digital, sebagai contoh industri pariwisata hari ini telah berinovasi dalam hal melakukan pemasaran digital yang mampu menghadirkan realitas visual setiap harinya hanya dengan menggunakan internet dan digital. Sebagai contoh, pemasaran digital yang menggunakan a.) Google My Business yang dapat mempresentasikan berbagai destinasi pariwisata secara lengkap dan mengetahui jumlah penjualan dan kunjungan wisatawan, b.) Mengoptimalkan konten dalam website dengan memuat informasi mengenai pariwisata suatu daerah secara lengkap mulai dari sejarah sampai kepada grafik jumlah kedatangan dan pemesanan wisatawan terhadap perjalan pariwisata tujuan, c.) Mengoptimalkan penggunaan media sosial, seperti youtube, instagram, facebook dalam hal promosi serta pemasaran pariwisata melalui iklan yang tersedia, d.) Menjalin kemitraan antar stakeholder untuk membangun kerjasama dengan berbagai platform pembayaran, influencer, travel vlogger dan kerja sama sektor lainnya dengan berbasis pemasaran digital.

Saat ini dunia digital juga menghadirkan kecanggihannya dalam menciptakan Informasi dan Teknologi, IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelegence) yang memberikan perubahan pada dunia teknologi yang memberikan dampak positif sekaligus negatif pada industri pariwisata. Hal positif yang dapat tercapai dari keberadaan kecanggihan digital misalnya membuat wisatawan mendapatkan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan selera dan gaya hidupnya, namun demikian teknologi juga mendorong tumbuhnya ‘wisatawan digital’ ke berbagai destinasi pariwisata tanpa harus melakukan perjalanan yang sesungguhnya. 

Mengingat dunia teknologi dan digital yang akrab dengan genereasi milenial dan generasi setelahnya ini dapat memberikan dampak positif dan juga negatif, maka Indonesia sendiri perlu melakukan beberapa strategi dalam mempersiapkan untuk mengelola potensi-potensi yang terjadi dalam dunia digital terhadap pariwisata. Jaringan yang terintegrasi antara infomasi destinasi pariwisata, pemasaran pariwisata, kelembagaan, pelaku usaha di industri pariwisata serta masyarakatnya dalam membangun pariwisata yang berbasis informasi dan teknologi harus dibangun, namun tanpa melupakan karakter dan budaya  lokal sebagai sebuah identitas yang kuat.

Indonesia yang memiliki kekayaan alam sebagai modal pariwisata memiliki segmentasi tersendiri khususnya bagi wisatawan yang memiliki jiwa petualang yang menyukai perjalanan secara nyata bukan dunia maya dan individu yang ingin menghilangkan stres dengan pergi mencari tempat tenang untuk berlibur. Akan tetapi, pariwisata alam juga memerlukan informasi dan tekhnologi untuk membantu industri pariwisata melakukan promosi dan pemasaran dengan berbagai platform yang menjadi trend saat ini seperti, Youtube, Instagram, Facebook, dan media sosial lainnya, serta memudahkan calon wisatawan melakukan pemesanan perjalanan wisata sesuai dengan informasi yang sedang dicari melalui internet.

Kalimantan Tengah yang memiliki kriteria pariwisata yang mengarah kepada wisata budaya dan wisata alam perlu meningkatkan kerjasama dengan melibatkan kaum milenial dan masyarakat lokal dalam pengembangan, khususnya pemasaran destinasi pariwisata yang unik sehingga memberikan identitas yang lekat dan mudah dikenal. Sebagai contoh, Taman Nasional Sebangau, Tanjung Puting dan Museum Balanga, serta wisata air lainnya perlu menunjukkan keunikan dan memberikan impresi yang tidak dapat dilupakan sejak calon wisatawan mencari informasi di dunia internet. Dengan demikian, kegiatan pemasaran perlu direncanakan mulai dari hulu ke hilir, mulai dari memberi informasi, fasilitas di destinasi wisata sampai dengan wisatawan kembali ke destinasi asal.

Kegiatan pariwisata yang memberikan manfaat bagi banyak pihak (multiplier effect) termasuk meningkatkan pendapatan asli daerah juga tidak boleh mengabaikan kelestarian lingkungan dan budaya sekaligus kegiatan saling mengedukasi antara wisatawan dan masyarakat lokal sehingga roh dari ekowisata yang digadang-gadang sebagai kunci utama pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah terwujud dalam konsep dan implementasinya.

Salam Pariwisata!..

Artikel ini telah tayang di Kalteng Pos, 21 November 2020

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s