Wisuda di University of Central Lancashire (UCLan), UK

Saya mengenang kembali perjalanan studi selama 4 tahun di UK. Banyak suka duka pastinya yang tercipta selama perjalanan studi. Dukanya setiap hari di kampus mendisiplinkan diri selama 6 jam setiap hari sampai kepala hampir botak padahal mungkin kebanyakan liat film streaming sepertinya kepala ini hanya untuk membaca dan menulis. Sukanya ya pasti jalan-jalan ke hampir semua taman nasional di Inggris Raya. Sekedar informasi, taman nasional di Inggris bukan area terlarang seperti di Indonesia tapi kebanyakan seperti beberapa tempat wisata di Indonesi seperti Sarangan di Jawa Tengah atau Batu di Malang sehingga mudah untuk dikunjungi dan menjadi tempat wisata keluarga. Jadinya ya kebanyakan foto yang di upload hanya foto jalan-jalan jadi tidak jarang temen-temen nanya ‘koq bisa, jalan-jalan terus tapi thesisnya kelar?’ Ya gimana lagi, mau upload foto belajar, nggak ada yang ambilin foto karena ruang belajarnya atau library sering sepi. Ambil foto sendiri ntar dibilang calon doktor kebanyakan selfie dan sok ‘nerd’ (alias keminter). Berdasarkan foto-foto upload-an itu sepertinya sekolah S3 nggak susah-susah amat, padahal ya itu, kadang-kadang rasanya bisa dapat PhD duluan sebelum selesai sekolah (hehehe, Phd disini artinya permanent head damage). Benar juga kata sahabat saya, dia bilang ‘kebanyakan orang hanya bisa melihat keindahan orang lain tetapi nggak pernah tau salib yang dipikul’, atau bahasa kunonya, rumput tetangga lebih hijau. Bener juga ya, saya langsung mikir, Princess Siyahrinie keliatannya asik dan enak terus hidupnya kalau lihat di foto (contoh: jalan-jalan terus naik pesawat pribadi dan foto-foto di luar negeri), kalau lagi nggak difoto lagi mikul apa ya? (heh…malah ngebayangin yang aneh-aneh)…

Balik ke sekolah S3 lagi. Saya sadar betul semua perjalanan hidup harus diawali dengan niat. Niat akan mengerahkan semua kemampuan kita untuk mencapainya. Istilah teman saya di sekolah prajabatan itu ‘mestakung’ alias semesta mendukung. Jadi selesainya sekolah ini juga karena niat yang saya miliki. Sekedar informasi, niat besar saya saat memulai sekolah yaitu supaya bisa pulang jangan malu-maluin keluarga dan kolega, nilai pass juga gpp asal lulus dengan membawa pengetahuan dan gelar supaya berguna bagi nusa dan bangsa (‘niat mulia’).

Sekolah S3 juga seperti belajar di padepokan silat dalam perspektif ketenangan alias seperti bertapa. Semua proses akademik dilakukan dengan diam, mulai dari meeting dengan Supervisor atau Promotor yang di UCLan disebut Director of Study (DoS), evaluasi proposal penelitian, evaluasi kemajuan studi setiap tahun oleh dosen di luar tim pembimbing atau dinamakan Research Degree Tutor (RDT), evaluasi menjadi PhD kandidat, sampai sidang terbuka atau ‘viva’ untuk menentukan kelulusan studi. Semua proses benar-benar diam, nggak penuh dengan kesaksian seperti kebanyakan universitas di Indonesia, padahal pengen juga sidang terbuka disaksikan banyak orang sehingga sah jadi doktor, yah mirip-mirip proses resepsi nikahlah. Untungnya waktu pengumpulan thesis dan acara wisuda lumayan dekat. Dan sambil menunggu selesainya sekolah anak-anak juga, saya mengikuti proses wisuda di UCLan, paling tidak ada sekali heboh dalam proses studi ini.

Hati saya juga sebenarnya masih pro dan kontra dengan acara wisuda. Saya diajarkan bahwa sekolah adalah sebuah tugas yang diemban oleh setiap anak untuk menghormati orang tua. Jadi selesai sekolah bukanlah sesuatu yang istimewa, sehingga tidak perlu dirayakan dengan wisuda. Namun Rhenald Kasali berkata bahwa dunia itu paradox alias banyak perspektif dari sebuah kejadian. Artinya, proses wisuda jangan hanya dilihat dari sudut pandang wisudawan saja. Proses wisuda adalah sebuah bentuk penghargaan dan respek dari universitas atas dedikasi mahasiswa yang telah berhasil menyelesaikan studinya. Lagi-lagi, sahabat yang sudah seperti keluarga saya juga berkata bahwa proses wisuda sebenarnya bukan untuk wisudawan secara pribadi, tetapi untuk orang-orang tercinta wisudawan. Wisuda juga menjadi sebuah penghargaan buat mereka yang telah menjadi bagian dari proses studi tersebut. Tentu saja itu alasan idealis. Alasan pragmatis juga ada, teman saya pernah bilang kalau lulus dan tidaknya sarjana bukan ditentukan oleh ijazah tapi dibuktikan dengan foto wisuda, ‘no picture is hoax’ (Waaaakkkkkk!!…). Jadilah saya punya foto-foto dibawah ini. Tapi saya selalu mengingatkan diri sendiri kalau proses kehidupan terus berjalan dan semua ini justru merupakan awal baru. Hati saya selalu teriak-teriak ‘Emangnya kalau sudah dapat gelar S3 langsung bisa hidup sejahtera gitu, ya enggaklah?’

 

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s