Berbagi cerita perjuangan…

Artikel ini sebenarnya artikel lama yang pernah dimuat di Kalteng Post 4 April 2016. Namun pada saat itu saya belum belajar membuat blog jadi tidak saya dokumentasikan secara pribadi. Nah, kebetulan saya sedang ingat dan jadilah artikel ini saya tampilkan lagi di blog sendiri..Silakan disimak…

Saya dan keluarga tinggal di Preston, Inggris, sebuah kota dekat Manchester, bersama istri dan dua anak perempuan. Sebenarnya saya tidak pernah membayangkan akan melanjutkan sekolah S3 di akhir tahun 2013. Sudah sembilan tahun lamanya sejak saya menyelesaikan pendidikan terakhir S2 dan mendirikan usaha di bidang pariwisata sambil menjadi dosen lepas di Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta. Saya cukup senang dengan kegiatan yang saya miliki pada waktu itu tetapi ketika anak pertama mulai lahir, saya dan istri mulai memikirkan apa yang bisa kami tinggalkan nantinya untuk dia. Kami ingin memberikan pengalaman hidup kepada anak-anak sebagai modal untuk menghadapi tantangan hidup selanjutnya. Diskusi saya dan istri akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kami harus berusaha untuk tinggal di luar negeri untuk memberikan pengalaman itu.

Sebagian besar orang mungkin beranggapan bahwa keinginan itu terlalu muluk dan hanya untuk orang mampu tapi kami bukan keluarga yang memiliki materi berlebih. Mungkin orang tua kami mampu secara materi tetapi sudah malu rasanya untuk minta karena kami sudah berkeluarga sehingga hidup di luar negeri dengan beasiswa Yayasan Ayah Bunda (baca ‘orang tua’) sudah dihapus dari primbon kehidupan kami. Namun demikian, seperti pepatah banyak jalan menuju ke Roma, maka pasti ada jalan lain  untuk dapat merasakan hidup di luar negeri.

Kami akhirnya sepakat bahwa mencari beasiswa untuk menempuh pendidikan S3 dapat menjadi jalan bagi kami untuk mencapai cita-cita tersebut. Fokus kerja yang saya miliki harus berubah yang tadinya fokus pada usaha pariwisata menjadi fokus pada kegiatan akademik menjadi dosen di Universitas Palangka Raya untuk mengasah kembali kemampuan saya melakukan tri dharma perguruan tinggi (mengajar, meneliti, dan mengabdi pada masyarakat). Dengan demikian akan terbuka peluang untuk mendapatkan beasiswa pendidikan S3 ke luar negeri dari pemerintah.

Proses mendapatkan beasiswa tersebut gampang-gampang susah. Saya katakan mudah karena pada akhirnya saya bisa mendapatkan beasiswa tersebut tetapi saya juga sempat merasakan hal tersebut sulit di masa awal pendaftaran beasiswa. Kesulitan yang saya hadapi lebih banyak dalam kesulitan mengalahkan diri sendiri, sebagai contoh: sibuk karena kegiatan sehari-hari sehingga tidak ada waktu membuat proposal penelitian, malas belajar bahasa Inggris, atau memiliki pemikiran masih ada hari esok alias menunda-nunda. Tapi saya berhasil berjuang melewatinya dan yang penting adalah tidak melupakan niat awal sehingga jalan sulit apapun dapat ditempuh (tulisan tentang beasiswa akan saya ceritakan di artikel berikutnya). Singkat cerita perjuangan saya sampai di Inggris berhasil saya capai dengan beasiswa Kementerian RISTEK dan DIKTI.

Namun demikian, perjuangan saya ternyata belum berakhir. Kami harus berjuang untuk mencari sekolah anak-anak termasuk anak kedua yang lahir sebelum saya berangkat keluar negeri (maunya ditahan supaya bisa dapat sertifikat kelahiran Inggris tapi ternyata anak saya lebih cinta Indonesia), berjuang untuk mencari tambahan biaya hidup dengan bekerja apapun yang penting halal karena beasiswanya pas-pasan dan tidak mencukupi untuk menghidupi satu keluarga, berjuang menulis setiap hari karena lebih enak nonton film dengan internet yang super kencang, dan masih banyak perjuangan yang lain yang saya rasa tidak akan pernah habis. Namun demikian, sampai saat ini kami bisa survive dengan impian awal dan tidak terasa tahun ini adalah tahun ketiga tinggal di luar negeri. Pendidikan S3 saya hampir selesai (semoga), anak-anak fasih berbahasa Inggris (tidak belepotan seperti orang tuanya), dan kami harus kembali berjuang lagi untuk memikirkan sekolah anak-anak ketika mereka kembali ke Indonesia. Perjuangan hidup tidak akan pernah selesai, lagipula orang tua saya pernah berkata bahwa semua jerih payah tidak akan sia-sia apalagi untuk pendidikan karena pendidikan adalah materi hidup yang tidak akan habis dan melekat selamanya.

Keinginan sekecil apapun harus diperoleh dengan perjuangan contohnya, untuk berangkat kerja atau ke sekolah pun harus berjuang bangun dari tidur, mandi dan konsentrasi dalam perjalanan. Meskipun kadang terasa lelah karena perjuangan sepertinya tiada akhir namun Rhenald Khasali pernah berkata bahwa perjuangan hidup seperti mengayuh sepeda denngan dua pillihan, santai dengan memilih jalan menurun menuju jurang atau berjuang keras untuk menuju puncak.  Perjuangan itu dapat dimulai dengan niat karena dengan adanya niat, maka salah satu komponen ‘mestakung’ (semesta mendukung) sudah terpenuhi. Semoga kita semua mau untuk selalu berjuang dan tidak membiarkan hidup kita mengalir apa adanya karena kadang aliran air tidak mengalir ke laut tetapi mengalir ke septic tank….Salam perjuangan untuk kehidupan kita!…

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s