Tanggal 27 September 2017 adalah Hari Pariwisata Sedunia. Kegiatan pariwisata sudah lama diakui sebagai kegiatan yang mendukung pembangunan berkelanjutan dan implementasinya hampir dilakukan oleh semua negara. Namun demikian, meskipun banyak pihak mendukung kegiatan pariwisata tetapi ternyata banyak juga yang belum paham makna pariwisata itu dalam kaitannya dengan pembangunan.
Secara lugas tentu semua orang mengerti bahwa kegiatan pariwisata pasti memiliki tujuan untuk mendatangkan wisatawan atau pengunjung yang secara otomatis dapat mendatangkan uang karena proses ekonomi yang dilakukan wisatawan. Namun demikian, pengelolaan pariwisata di suatu daerah dalam perspektif birokrasi pemerintahan tidak sama dengan prinsip pengelolaan pariwisata dari perspektif sektor swasta. Pemerintah daerah dalam hal ini dinas pariwisata bertugas sebagai penggerak atau pemicu kegiatan pariwisata yang tentunya akan mengeluarkan biaya dan memperoleh pendapatan. Akan tetapi situasi tersebut tidak bisa dilihat dengan metode kapitalis cost and benefit secara langsung. Atau ekstremnya anggaran yang dikeluarkan harus dapat memberikan profit tertentu. Benefit/profit yang didapatkan oleh pemerintah, dalam hal ini dinas pariwisata, adalah public revenue atau keuntungan masyarakat secara umum yang ditunjukkan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Dengan demikian untuk mengukur kinerja kegiatan pariwisata maka dinas pariwisata perlu menjalin kerja sama dan koordinasi dengan dinas terkait seperti dinas perpajakan atau badan statistik. Dinas pariwisata harus dilihat sebagai agen yang mempunyai fungsi management, marketing dan controlling pariwisata yang seyogyanya tidak dituntut untuk juga menerima dan menghitung perolehan pendapatan asli daerah sebagai konsekuensi atas anggaran yang diterima setiap tahunnya. Apabila pihak legislatif dan eksekutif dapat memahami hal ini, tentu saja anggaran dinas pariwisata secara otomatis akan meningkat setiap tahunnya untuk kegiatan pariwisata di masyarakat karena manfaatnya dapat dirasakan semua pihak.
Kegiatan pariwisata tentu saja membutuhkan modal dalam hal ini biaya, dana, uang atau apalah sebutannya. Namun modal ‘uang’ bukanlah segalanya karena menurut Profesor Rhenald Kasali ‘uang’ hanyalah sebuah ‘ilusi’ yang sering menghambat individu untuk bergerak. Demikian juga modal uang bukan kebutuhan utama untuk pengembangan kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata juga bisa berjalan dengan baik dengan catatan bahwa ada komitmen dari penggeraknya / pemimpin (bisa kepala daerah ataupun kepala dinas pariwisata) disertai dengan kemampunan manajemen atau koordinasi yang baik (contoh: Bupati Banyuwangi). Koordinasi diperlukan karena pariwisata melibatkan banyak pihak dengan berbagai tingkat sosial dan pendidikan. Sehingga pemilihan seorang pemimpin pariwisata perlu dipertimbangkan dengan baik supaya bisa menjadi dirigen untuk merangkul semua pihak.
Hari pariwisata sedunia pada tahun 2017 menetapkan tahun ini sebagai tahun internasional pembangunan pariwisata berkelanjutan. Hal ini dapat dimaknai bahwa kegiatan ekowisata (sebagai salah satu metode untuk melakukan pariwisata berkelanjutan) tentu memiliki tempat khusus dalam tahun pariwisata ini. Bangsa Indonesia tentu memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi destinasi ekowisata. Apalagi UNWTO (United Nations of World Tourism Organisation), badan PBB yang menangani pariwisata dunia juga merilis kampanye perjalanan yang bertanggung jawab dengan tagline #TRAVELENJOYRESPECT. Tagline ini ditujukan kepada wisatawan dengan harapan bahwa wisatawan dapat: (i) menghormati tuan rumah dan menghargai warisan bersama, (ii) menjaga dan melindungi bumi, (iii) mendukung perekonomian lokal, (iv) menjadi wisatawan yang memiliki informasi cukup dan benar, (v) menghormati budaya setempat. Namun tentu saja kampanye untuk kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab seyogyanya tidak hanya ditujukan kepada wisatawan. Masyarakat lokal sebagai pemilik destinasi wisata juga harus bersikap yang sama sebagai releksi atas kesiapan menyambut wisatawan tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menunjukkan sikap (a) peduli terhadap lingkungannya, (b) mengenal dan peduli terhadap potensi wisata yang ada di daerahnya, (c) menerima dengan hangat dan terbuka kepada wisatawan yang datang, dan (d) tidak menaruh curiga terhadap kedatangan orang asing.
Apabila semua pihak (pemerintah, mayarakat dan juga wisatawan) telah menyadari perannya dalam kegiatan pariwisata, maka niscaya pariwisata akan maksimal menjalankan fungsinya sebagai sarana untuk melakukan pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan tanpa mengeksploitasi alam dan lingkungan sehingga generasi yang akan datang tetap dapat memiliki serta merasakan manfaatnya.
Selamat Hari Pariwisata dan Salam Pariwisata Indonesia