Akhirnya saya mendapat kesempatan lagi untuk mengunjungi Taman Nasional Sebangau (TNS) setelah menyelesaikan penelitian di sana beberapa tahun lalu. Kunjungan kali ini merupakan hal yang istimewa karena undangan ini datang langsung dari pihak Balai Taman Nasional Sebangau, dan secara khusus undangan ini memiliki tujuan untuk memperkenalkan kegiatan ekowisata di Taman Nasional Sebangau.
Secara implisit, studi yang saya lakukan pada tahun 2013-2015 menggambarkan bahwa pengelola taman nasional adalah aktor utama dan kunci keberhasilan pengembangan kebijakan ekowisata di Kota Palangka Raya, khususnya pada destinasi Taman Nasional Sebangau. Namun demikian, fokus pengelola pada saat itu masih pada kegiatan penentuan batas wilayah, konservasi dan tindakan pengamanan sehingga kegiatan ekowisata kurang mendapatkan peran. Akan tetapi sepertinya telah terjadi perubahan kebijakan dari Balai Taman Nasional Sebangau untuk mendorong kegiatan ekowisata. Salah satunya yaitu melalui kegiatan-kegiatan fam trip yang menunjukkan pihak pengelola telah memberikan sinyal untuk membuka akses dan kemudahan bagi ekowisatawan.
Undangan fam trip ini diikuti oleh beberapa stakeholder ekowisata yaitu Dinas Pariwisata Kota Palangka Raya dan Provinsi Kalimantan Tengah, pihak perhotelan, praktisi dan akademisi pariwisata serta didampingi oleh pihak pengelola taman nasional dan tokoh mayarakat. Perjalanan fam trip ini juga telah diatur untuk dapat dinikmati selama setengah hari (mulai pukul 09.00-15.00 WIB) yang dimulai dari Pelabuhan Kereng Bangkirei.
Tujuan pertama kami adalah lokasi jalur trekking yang merupakan lokasi pengamatan tumbuhan dimana wisatawan bisa mendapatkan informasi tentang jenis-jenis dan siklus hidup tanaman yang ada di dalam hutan. Selain itu sejarah perlindungan kawasan hutan gambut untuk mengurangi resiko perubahan iklim dunia yang menggunakan dam atau bendungan buatan dapat juga dilihat. Jalan setapak yang dibangun dengan kayu juga telah disiapkan untuk memudahkan pengunjung tanpa mengurangi keindahan hutan alam itu sendiri.
Tujuan kedua kami yaitu Resort Sungai Koran yang digunakan sebagai tempat berisitirahat untuk makan siang dan berenang di sungai alam. Tidak perlu kuatir bagi pengunjung yang tidak bisa berenang karena telah disiapkan pelampung oleh pengemudi kapal yang dapat dipergunakan. Kelebihan lain yang ditawarkan Taman Nasional Sebangau yaitu lokasinya yang dekat dengan Kota Palangka Raya sehingga aksesnya cukup mudah dan yang penting bagi generasi milenial yaitu masih dapat dijangkau oleh sinyal telepon.
Dalam catatan saya dari perjalanan tersebut, terdapat dua kegiatan ekowisata di yang bisa menjadi unggulan TNS yaitu (i) wisata trekking atau perjalanan di hutan untuk menikmati micro climate (perbedaan cuaca karena berada di hutan di tengah kota) dan (ii) wisata berenang di sungai alam yang memberikan pengalaman berenang di sungai yang bersumber dari pelepasan air dalam gambut. Sebenarnya masih banyak kegiatan ekowisata yang lain, namun kali ini saya melihatnya hanya dari perspektif wisatawan kelompok soft adventure (wisata kegiatan alam yang tidak terlalu ekstrem).
Dari raut wajah bahagia peserta fam trip di akhir perjalanan secara eksplisit memperlihatkan bahwa peserta dapat menikmati perjalanan ekowisata di Taman Nasional Sebangau. Untuk meningkatkan kepuasan wisatawan dan keunggulan daya tarik ekowisata di Taman Nasional Sebangau ada beberapa saran yang bisa dilakukan antara lain: (i) pengunjung diberikan sertifikat menjelajah TNS sebagai souvenir, (ii) disediakan dek kayu terbuka di Resort Sungai Koran sehingga ada 2 titik kegiatan bersandar wisatawan saat berenang, (iii) kapal masyarakat diberi bangku / sandaran punggung (tidak lesehan), (iv) mencari cara untuk mengurangi kebisingan mesin kapal, (v) peningkatan keamanan pengunjung dengan selalu menyiapkan guide lokal dan pengelola resort. Selain itu pengelola TNS juga harus memiliki rencana kegiatan ekowisata ketika musim kemarau supaya konsistensi kunjungan ekowisatawan tetap terjaga.
Kunjungan wisatawan yang reguler tentu saja diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun demikian, pihak pengelola TNS harus menyadari bahwa konsep ekowisata bukan merupakan konsep abadi karena perilaku konsumtif dari wisatawan. Banyaknya jumlah kunjungan wisatawan dapat merubah destinasi ekowisata menjadi sebuah destinasi pariwisata masal yang mengabaikan fungsi konservasi sebuah taman nasional. Disinilah perlunya kolaborasi dari semua pihak untuk menjaga kawasan tersebut sehingga benar-benar sesuai dengan tujuannya untuk dapat berkelanjutan mensejahterakan masyarakat, khususnya di lingkungan TNS dan di Kalimantan Tengah pada umumnya.
Salam Pariwisata Indonesia!