Generasi Stroberi dan Pariwisata

Pariwisata adalah salah satu cara untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan, yang artinya dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial secara terus menerus oleh generasi saat ini maupun mendatang tanpa merusak lingkungan. Pemahaman atau kesadaran tidak merusak lingkungan inilah yang menjadi nilai utama bagi pariwisata dan secara khusus bagi manusia yang bergerak di dalamnya. Selain nilai itu, sumber daya manusia (SDM) pariwisata juga dikenal sebagai manusia yang mampu beradaptasi untuk menguasai, memanfaatkan bahkan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi karena tuntutan pelayanan yang harus diberikan secara maksimal. Tuntutan untuk profesionalisme tenaga kerja pariwisata juga semakin meningkat, bukan hanya antar individu melainkan juga antar negara yang menjadikan kegiatan pengembangan sumber daya manusia pariwisata sangat penting dan strategis.

Dari diskusi di atas, maka terlihat jelas bahwa keberhasilan pembangunan pariwisata sangatlah tergantung pada ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia yang mendukungnya (yang dapat memperlihatkan etos kerja produktif, keterampilan dan keahlian, kreativitas, disiplin dan profesionalisme). Dengan demikian, sumber daya manusia pariwisata yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai nilai-nilai rohaniah yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi bagi masyarakat di sekitarnya dengan bermodalkan pendidikan yang baik untuk dapat bekerja secara profesional.

Bagaimana kondisi SDM pariwisata di Kalimantan Tengah? Sudah banyak literatur yang mengatakan bahwa Kalimantan Tengah mempunyai potensi yang luar biasa untuk pariwisata terutama yang berkaitan dengan alam, akan tetapi stakeholder atau bahkan kesadaran pihak yang terlibat di dalam pembangunan tersebut masih kurang karena dimanjakan SDA yang melimpah (Natural Resources Golden Period) sebagai penyebab utama.

Selain itu rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat lokal tentang pariwisata dan masih banyaknya ketersediaan lapangan pekerjaan yang memberikan hasil secara instan untuk masyarakat (bekerja di sektor eksploitasi SDA) juga memberikan andil terhadap rendahnya pembangunan pariwisata di Kalimantan Tengah. Menciptakan sebuah industri pariwisata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dibandingkan dengan pekerjaan di sektor lain seperti tambang ataupun sektor perkebunan. Membuat sebuah industri pariwisata membutuhkan proses yang panjang yang hasilnya akan diperoleh secara bekelanjutan (namun, tetap dengan catatan tidak mengeksploitasi lingkungan dan budaya secara berlebihan). Sayangnya, daya tahan untuk berproses inilah yang sudah jarang dimiliki oleh generasi Z atau generasi Millenial yang jauh lebih sejahtera dari generasi sebelumnya.

Konsep untuk berproses (bukan instan) menjadi tantangan tidak hanya bagi masyarakat di Kalimantan Tengah, tetapi juga masyarakat dalam dunia berkembang yang sedang mengalami booming ekonomi di kalangan menengahnya. Konsep untuk berproses dalam dunia pariwisata inilah yang sebaiknya dipahami para guru dalam mendidik anak-anak didiknya. Generasi muda perlu memahami pentingnya keterampilan hidup dan tantangan karena kehidupan adalah sebuah perjuangan dan guru yang sebenarnya (orang-orang hebat seperti Steve Jobs, Einstein, Ciputra, Chairul Tanjung dan masih banyak lainnya, dilahirkan di keluarga yang jauh dari cukup dalam hal ekonomi sehingga banyak belajar dari kehidupan). Jangan menjadikan generasi muda menjadi generasi stroberi yang tampak indah, tapi rapuh dan mudah hancur hanya karena gesekan lemah (memiliki kemampuan kognitif dengan banyak gelar pendidikan mentereng, kelihatan indah di luar tetapi mudah putus asa, kesulitan pekerjaan dan tidak sanggup berkompetisi) (Khasali, 2017). Generasi stroberi paham semua tetapi hanya dipermukaan, sering komplain daripada berbuat sesuatu, mudah mencaci daripada memuji, dan sering menyangkal keberhasilan orang lain.

Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab sama untuk menghindarkan generasi muda menjadi generasi stroberi dengan mengijinkan mereka belajar di kehidupannya, Salah satu caranya bisa dilakukan dengan traveling atau melakukan perjalanan. Mengenal dunia lain diluar lingkungannya sehingga mereka mengerti bahwa dunia itu tidak selebar daun kelor dan kehidupan patut untuk disyukuri. Namun bukan perjalanan yang disusun oleh biro perjalanan tapi perjalanan mandiri. Beri kesempatan pada anak-anak untuk keluar dari sangkar emasnya dan biarkan mereka ‘tersesat’. Orang tua atau guru sebaiknya tidak mengambil keputusan bagi mereka tetapi tetap memberikan pertimbangan. Dengan begitu mereka akan memahami konsep ‘mestakung’ (semesta mendukung) atau dengan kata lain, jalan pasti ada bagi mereka yang memiliki kemauan, namun, bagi mereka yang tidak ada kemauan pasti menemukan alasan. Pengalaman ini akan mengajarkan mereka bahwa konsep belajar itu adalah cara berpikir, bukan dengan menghapal.

Kesadaran untuk belajar dengan melakukan perjalanan ini sudah banyak disadari oleh banyak pihak. Rhenald Kasali, seorang Guru Perubahan menyampaikan bahwa banyak mahasiswanya yang berhasil melakukan perjalanan tanpa biaya orangtua, mengenal banyak budaya sehingga membuat mereka lebih bersyukur dan menghargai kehidupan. Mereka inilah calon-calon manusia yang berhasil seperti contoh di atas. Apalagi, dengan semakin majunya teknologi yang memberikan kemudahan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan maka tidak heran perjalanan yang erat dikaitkan dengan pariwisata akan semakin popular (backpacker).

Dalam perspektif pariwisata, terlepas dari perjalanan yang sifatnya khusus untuk membentuk generasi yang memiliki kepribadian tangguh (sadar bahwa tantangan terberat adalah mengalahkan diri sendiri), destinasi atau tempat tujuan perjalanan yang dipilih orang-orang secara umum tergantung pada tingkat pelayanan (service) yang diberikan masyarakat di sekitar destinasi wisata. Interaksi sosial yang diharapkan wisatawan sangat dipengaruhi oleh service yang mendukung kegiatan pariwisata yang dapat dimaknai sebagai berikut yaitu (i) S: Smile (senyum untuk semua orang), (ii) E: Excellent in every task (terampil dalam segala hal yang dilakukan), (iii) R: Reaching out people with hospitality (memberikan keramahan pada setiap orang), (iv) V: View every people as special (semua orang istimewa), (v) I: Inviting others (mengundang mereka untuk datang kembali), (vi) C: Creating a warm atmosphere (menciptakan suasana hangat), (vii) E: Eye contact that shows who we are (kontak mata yang menunjukkan ketulusan).

Secara sederhana, apabila masyarakat Kalimantan Tengah dapat mengimplementasikan konsep SERVICE dalam kehidupannya sehari-hari maka secara implisit telah siap menjadi agen pariwisata, dan secara tidak langsung mendorong orang lain untuk melakukan perjalanan ke wilayah Kalimantan Tengah. Masyarakat (pariwisata) di Kalimantan Tengah yang banyak memiliki kearifan lokal dan kekayaan keanekaragaman hayati dapat menjadi sebuah sarana untuk membantu menciptakan manusia tangguh sehingga menghindarkan generasi muda menjadi generasi stroberi.

Salam Pariwisata Indonesia!..

One thought on “Generasi Stroberi dan Pariwisata

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s