Apes!! Itu kalimat singkat yang menjelaskan ketika ada audience bosan dengan saya sebagai narasumber. Hal ini terjadi ketika saya menjadi narasumber acara pariwisata goes to campus yang diadakan oleh kementerian pariwisata. Emang saya ngapain ya koq orang jadi bosan ketemu saya? Apakah karena baju saya yang selalu pakai atasan putih dan berkalung slayer (bukan vampire slayer alias pembasmi vampire, tapi bahasa kerennya pakai scarf). Kostum yang saya pakai ini menjadi pembeda saya dengan individu yang lain selain nama lho.
Saat itu, salah satu audience meminta supaya narasumbernya jangan itu-itu saja alias jangan saya terus, misalnya sesekali manggil Raditya Dika atau Mario Teguh supaya gak bosen. Kalau dari konteksnya, ini berarti peserta tersebut tidak mempermasalahkan substansi atawa materi seminar tetapi bosan dengan orangnya, hehehehe….Namun apakah saya harus sakit hati? Nggak perlu donk. Itu wajar saja koq, sperti halnya kalau kita suka dengan salah satu restoran yang punya chef dengan 5 star michelin level, meskipun menunya enak dan berbeda-beda, tetap saja kita pengen ke restoran yang lain dengan chef yang berbeda atau bahkan hanya level cook.
Namun demikian, saya berusaha memberikan pemahaman bahwa kondisi saat ini mungkin baru saya yang dapat dipercaya sebagai akademisi dan praktisi pariwisata di Kalimantan Tengah (agak songong emang kayaknya, tapi gimana lagi, itu kenyataan koq, ini nyata songong mode on, hahahaha). Tapi enggaklah, saya tidak bermaksud demikian koq. Belajar sebenarnya bisa dengan siapapun, baik dengan orang yang kita anggap berhasil ataupun orang yang tau hal tertentu, bahkan ada pepatah mengatakan bahwa ‘semua tempat adalah sekolah dan semua orang adalah guru’. Jadi sebenarnya kalau kita memiliki niat untuk belajar, jangan melihat struktur bodinya (saya salah lagi, kayaknya enakan ngeliat bodi Jonathan Christi daripada ngeliat bodi Bhayu Rhama, hahahaha). Anyway, biar saya nggak salah fokus, saya mau mengingatkan diri sendiri bahwa mungkin kita banyak tau tentang satu hal tetapi masih banyak hal lain di luar sana yang dimiliki orang lain sehingga kita perlu banyak belajar dengan siapapun.
Yang penting bagi saya adalah saya bisa banyak berkarya dan karya tersebut berguna bagi lingkungan saya. Terkadang, kepakaran yang dimiliki lebih dihargai ditempat lain daripada di rumah sendiri. Oleh karena itu banyak diaspora alias orang Indonesia yang tinggal, bekerja dan lebih sukses di luar negeri. Namun saya orang Indonesia asli koq, gak berpikir untuk pindah keluar negeri juga karena sudah diikat erat dengan pekerjaan dosen PNS yang selalu ditakut-takuti dengan pemotongan tunjangan kalau gak memenuhi ini dan itu (koq malah curcol)…Anyway, hidup Pariwisata…!
hahaha…sabar pakkkkk
LikeLike