Semua orang membutuhkan pekerjaan. Apapun latar belakang pendidikan yang diambil pasti endingnya adalah bekerja. Bahkan pekerjaannya pun bisa jauh dari bidang pendidikan yang dilalui atau dengan kata lain, apapun gelarnya, kerjanya di bank (Kompasiana, 2012). Banyak orang sukses di bidang yang berbeda dengan latar belakang pendidikannya. Jadi sebenarnya apa yang membuat mereka berhasil? Kepercayaan!
Ya, mendapat kepercayaan adalah sebuah hal yang sulit. Mendapatkan kesempatan untuk dipercaya juga sebuah hal yang tidak mudah. Tidak semua mahasiswa saya yang sudah bekerja sewaktu saya menanyakannya dalam sebuah diskusi di mata kuliah Kewirausahaan atau Social Entreprenurship. Paradigma sekolah dulu baru kemudian mencari kerja rasanya sudah tidak relevan dengan masa sekarang dimana persaingan sudah semakin meningkat.
Saya selalu mengingatkan mahasiswa bahwa mendapatkan pekerjaan sama dengan mendapatkan kepercayaan. Bukan masalah besar kecilnya imbalan yang didapatkan dari bekerja namun seberapa besar kepercayaan yang sudah diberikan untuk dapat dipertanggungjawabkan yang bersangkutan.
Saya juga menghimbau untuk mencari pekerjaan sambil bekerja dengan sukarela. Cukup menyisihkan waktu 1-2 jam setiap hari atau disesuaikan dengan waktu yang dimiliki untuk bekerja tanpa imbalan. Gratis???? Iya, bekerja namun tidak dibayar. Cari tempat bekerja yang cukup dikenal publik dan bekerja dalam periode tertentu misalnya selama 1-2 tahun, kemudian negoisasikan untuk meminta surat keterangan kerja setelah berakhirnya perjanjian. Proses dalam melakukan pekerjaan ini akan menjelaskan bagaimana komitmen dan konsistensi individu sehingga ada penilaian dalam surat keterangan kerja. Sepanjang pengetahuan saya, metode ini telah dilakukan di negara Inggris dimana orang yang tidak memiliki pekerjaan mengantri untuk dapat kesempatan bekerja tanpa dibayar dan nantinya akan mendapatkan surat pengalaman kerja untuk dapat digunakan melamar pekerjaan yang lebih baik.
Sayangnya, situasi ini belum familiar dilakukan di Indonesia secara individu. Situasi ini hanya umum kalau dilaksanakan secara institusional seperti siswa STM dan program vokasi. Itupun terkadang dijalankan oleh siswa dengan kurang bertanggung jawab, misalnya sering datang terlambat bahkan membolos. Padahal kesempatan diberi kepercayaan ini pada akhirnya akan sulit didapatkan ketika sudah selesai menempuh pendidikan karena tidak banyak institusi yang mau meng’hire’ hanya bermodal ijazah kecuali menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pekerjaan lainnya yang membutuhkan proses seleksi dengan ujian.
Saya cukup bangga ketika ada seorang mahasiswa FISIP UPR yang mau bekerja secara sukarela sehingga pada akhirnya mendapat rekomendasi untuk dapat bekerja di salah satu BUMN besar di Indonesia. Beliau bekerja tanpa pamrih karena sadar bahwa pada saat itu (mahasiswa yang belum bekerja) faktor ‘dipercaya’ menjadi hal yang paling berharga. Semoga saja amanah dan kepercayaan yang diberikan bisa dilakukan dengan penuh tanggung jawab karena banyak faktor yang bisa mempengaruhi jalannya kehidupan. Bidang pendidikan bisa linier namun tidak ada kehidupan yang linier, jadi boleh saja gelarnya Sarjana Administrasi Publik namun bekerja di sektor service, yang penting bekerja dengan sukses dan menjaga kepercayaan yang diberikan. Is fecit, cui prodest…