Manajemen Keamanan dan Keselamatan Pada Destinasi Wisata

Pariwisata secara global telah dipercaya sebagai salah satu bentuk kegiatan yang dapat memberikan modal untuk pembangunan berkelanjutan yang tidak mengorbankan lingkungan dan tetap memberikan manfaat bagi generasi selanjutnya. Banyak wilayah bahkan negara pada akhirnya berlomba-lomba untuk memperindah destinasinya untuk menjadi tujuan wisata sehingga menarik banyak pengunjung atau wisatawan. Indonesia, khususnya Kalimantan Tengah banyak mengandalkan alam sebagai daya tarik utama pariwisatanya. Pariwisata alam dapat memberikan keunikan yang dapat menunjukkan identitas dan memiliki keunggulan yang tidak dapat dikalahkan oleh pariwisata urban (wisata kota seperti mengunjungi kota besar seperti London, Hongkong, dll.). Pariwisata alam juga dapat memberikan sarana pelarian yang dicari-cari masyarakat modern yang jenuh dengan kehidupan sehari-hari yang cukup padat dan monoton. Oleh karena itu, Indonesia sering tampil di pasar pariwisata dengan tema ekowisata, tidak terkecuali Provinsi Kalimantan Tengah yang kaya akan keanekaragaman hayati di Taman Nasional Sebangau yang pernah memiliki slogan ‘Pintu Gerbang Ekowisata di Kalimantan Tengah’ (Rhama, 2017).

Namun demikian, menjaga destinasi wisata alam agar selalu dikunjungi wisatawan dan membuatnya berkelanjutan juga memerlukan perhatian khusus. Selain faktor 3A (akses, atraksi dan amenitis), faktor 2K (komitmen dan konsistensi), ada juga faktor yang tidak kalah penting untuk menjaga agar sebuah destinasi menjadi destinasi wisata berkelanjutan, yaitu keamanan dan keselamatan. Apalagi, pada umumnya destinasi wisata alam memiliki lokasi yang berada jauh dari pusat permukiman.

Dengan demikian, peran dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam hal pemanduan wisata yang biasanya lebih memahami kondisi geografi dan sosiologi destinasi wisata. Sifat objek wisata alam yang merupakan hutan alami dan sungai menuntut pemandu wisata untuk memenuhi kompetensi manajemen keamanan dan keselamatan agar dapat mengambil langkah yang tepat untuk menjaga keamanan wisatawan dan tanggap untuk mengambil langkah darurat ketika terjadi masalah keamanan dan keselamatan (Rhama, 2019).

Manajemen keamanan dan keselamatan pariwisata harus dilakukan dalam semua level promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif oleh semua pemangku kepentingan. Tindakan promotif dapat dilakukan dengan cara memberikan sejumah pelatihan khusus untuk melakukan langkah-langkah keamanan dan keselamatan yang diberikan kepada pemandu wisata lokal dan masyarakat setempat.

Manajemen Keselamatan

Tindakan preventif dapat ditujukan kepada wisatawan dengan cara mengenakan alat keselamatan contohnya selalu memakai jaket pelampung ketika menggunakan transportasi air. Selain itu, pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pengayom masyarakat juga perlu menerbitkan sebuah standardisasi produk wisata yang aman dan wajib ditaati semua pihak tanpa kecuali seperti ukuran dan bentuk kapal yang aman bagi wisatawan. Sebagai tambahan, pemerintah juga dapat bekerja sama dengan masyarakat juga dapat mendirikan posko keselamatan lengkap dengan petugasnya untuk memonitor keselamatan destinasi wisata seperti pos penjaga pantai di film terkenal ‘Baywatch’. Tindakan kuratif adalah melakukan prosedur standar darurat yang sudah ditetapkan ketika terjadi kecelakaan di destinasi wisata, antara lain melakukan prosedur penyelamatan, prosedur komunikasi dan koordinasi dengan institusi kesehatan dan pihak terkait. Sedangkan tindakan rehabilitatif adalah menetapkan dan melakukan kegiatan atau aksi nyata yang diperlukan setelah terjadinya kecelakaan untuk menaikkan kembali penilaian positif pada destinasi wisata.

Manajemen keamanan dan keselamatan pada destinasi wisata harus dilakukan secara konsisten dan semua pihak memiliki komitmen yang sama untuk menjamin destinasi pariwisata dapat berkelanjutan. Perlu dipahami bahwa isu keselamatan adalah isu sensitif dalam dunia pariwisata dan memerlukan usaha yang tidak sedikit untuk mendapatkan kepercayaan wisatawan supaya berkunjung kembali ke sebuah destinasi wisata (Mansfeld dan Pizam, 2006). Teori Prospek mengatakan bahwa manusia berusaha menghindari hal negatif sehingga pengalaman negatif atau rasa takut memiliki dampak yang lebih besar bagi hidup manusia dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa pada umumnya berita buruk lebih cepat tersebar daripada berita baik. Adanya manajemen keamanan dan keselamatan pada destinasi wisata dapat mereduksi dampak negatif yang mungkin terjadi dan membuat destinasi menjadi sebuah destinasi wisata yang berkelanjutan.

Salam Pariwisata!..

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s